Jumat, 03 Juli 2015

Emansipasi Wanita Menurut Qosim Amin

Tugas Individu
Emansipasi Wanita Menurut Qosim Amin
Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Tafsir Tarbawi
Dosen : Hasan Mukmin.
Di Susun oleh :
Hernita Wati
                                                Npm                : 1422010121
                                                Kelas               : E
                                                Semester          : II ( Dua )
                                                Jurusan            : Pendidikan agama Islam ( PAI )
PROGRAM STUDY : ILMU TARBIYAH
PROGRAM PASCA SARJANA (PPS)
                          INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) RADEN INTAN                                                                                              LAMPUNG                                                                                                       

2015










DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN                     
1.1.   Latar Belakang ………………………………………………………...2
1.2.   Rumusan Masalah ……………………………………………………..3
BAB II PEMBAHASAN
2.1  Pengertian Emansipasi Wanita ………………………………………...4
2.2  Pendidikan…………………….. ………………………………………4
2.3  Hijab …………...................................………………………………....6
2.4  Perkawinan ……………………………. ……………………………...7
BAB III PENUTUP
3           3.1  Kesimpulan ……………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi modern memasuki dunia Islam, terutama pada awal abad ke19, yang di dalam sejarah Islam dipandang sebagai permulaan periode modern. Salah satu gerakan pembaharuan yang mendapat perhatian besar waktu itu ialah emansipasi wanita. Timbulnya pemikiran ke arah itu disebabkan persepsi masyarakat Mesir terhadap wanita waktu itu sudah demikian merosot. Mereka menganggap wanita itu adalah alat untuk memuaskan nafsu lelaki semata dan wanita harus tinggal di rumah. Akibat dari persepsi demikian, mereka tidak diberi kesempatan memasuki lembaga pendidikan serta tidak berhak ikut campur dalam berbagai kegiatan selain dari mengurus rumah tangga semata.
Dalam hal ini Qasim Amin mengadakan perubahan dengan memberikan hak wanita itu yang relatif sama dengan pria. Qasim Amin melihat hal-hal yang mendorong cepatnya proses pembangunan di Barat terletak pada keikutsertaan kaum wanita. Di Barat, wanita memperoleh pendidikan yang layak sebagaimana kaum pria, sedangkan wanita Mesir yang jumlahnya setengah dari warga negara tidak mendapat pendidikan dan tidak boleh ikut serta bersama kaum pria dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Hal inilah yang mendorongnya untuk mencanangkan ide-ide emansipasi wanita .Adapun hal-hal yang menjadi fokus perhatiannya dalam hal ini adalah : Pendidikan, Hijab, dan Perkawinan.



1.2         Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan makalah ini adalah:
1.      Apa Pengertian Emansipasi Wanita ?
2.      Bagaimana Pendidikan Bagi Wanita
3.      Bagaimana Hijab Bagi Wanita ?
4.      Bagaimana Perkawinan bagi Wanita ?




BAB II
    PEMBAHASAN

4.1        Emansipasi Wanita

Emansipasi wanita merupakan suatu gerakan sosial dalam masyarakat untuk meningkatkan kualitas diri perempuan menuju kehidupan yang lebih layak dan menjadi bagian integral dalam kehidupan masyarakat. Qasim Amin merupakan salah seorang tokoh Muslim yang memiliki perhatian besar terhadap masalah perempuan, dalam hal ini emansipasi. Qasim Amin berupaya menyelaraskan ajaran Islam di tengah-tengah masyarakat, bahwa Islam selama ini sering dipahami secara keliru oleh pemeluknya terutama masalah perempuan.

2.2    Pendidikan
Timbulnya pemikiran mengenai pentingnya pendidikan bagi wanita merupakan reaksi terhadap pandangan masyarakat. Bahkan mereka mempersoalkan apakah pelajaran menulis dan membaca sesuatu yang dibolehkan syara’ ataukah sesuatu yang dilarang.[1] Menurut mereka fungsi wanita hanyalah sebagai ibu rumah tangga, maka dari itu cukup hanya diberi pendidikan menjahit dan memasak.
Menurut Qosim Amin pendidikan bagi wanita merupakan sesuatu yang sangat penting dalam rangka memajukan suatu bangsa, baik ditinjau dari segi statusnya sebagai anggiota masyarakat, ataupun sebagai ibu rumah tangga.
Wanita menurut Qosim Amin tidak mungkin mengurus rumah tangga dengan baik, kecuali dengan bekal ilmu pengetahuan, setidaknya harus mengeathui pengetahuan dasar yang sama yang diberikan kepada pria. Dengan adanya bekal pengetahuan dasar ini maka seorang wanita dapat memilih sesuatu yang sesuai dengan perasaanya dan dapat berbuat dengan penuh keyakinan.[2] Dengan pengetahuan tulis baca ia dapat memahami berbagai ilmu seperti ilmu bumi, sejarah bangsa-bagsa, fisika, astronomi, dan lain-lain, sehingga dirinya penuh dengan pengetahuan, dengan demikian dia juga dapat pula memahami masalah aqidah dan etika agama. Intelektualnya akan siap menerima pendapat-pendapat yang benar dengan penuh kesadaran dan menghindarkan diri dari khufarat dan kebatilan yang mematikan akal sehat kewanitaanya.[3]
Dengan pendidikan mental maupun intelektual diharapkan pula akan dapat membentuk wanita yang berakhlak baik. Sebab wanita yang berakhlak baik akan lebih berguna dikalangannya, daripada laki-laki yang tidak berakhlak tidak baik.[4]
Disamping pendidikan intelektual pendidikan jasmani juga diperlukan. Wanita harus melakukan olahraga secara kontinu semenjak awal perkembangannya, agar kesehatan mereka terjamin. Dengan demikian mereka diharapkan : akan dapat hidup dengan penuh semangat dan melahirkan keturunan yang sehat.[5]
Pentingnya pendidikan wanita sebagai anggota masyarakat karena keluarga unit terkecil dari satu Negara. Sedangkan inti dari sebuah keluarga diliha dari segi pembinaan keluarga berada ditangan wanita. Oleh sebab itu Qosim Amin menyadari benar, bodohnya wanita akan menimbulkan akibat yang fatal terhadap perkembangan dan kemajuan masyarakat dan Negara. Terutama fungsinya sebagai pendidik pertama bagi anak-anaknya.[6] Qosim Amin mencoba membandingkan kehidupan wanita Mesir dengan kehidupan wanita Barat, perbedaanya sangat jauh sekali. Wanita Barat telah maju karena mereka telah berhasil memainkan perenan dalam berbagai lapangan kehidupan. Inilah yang menyebabkan dunia Barat maju dan berkembang, sementara Mesir pada waktu itu masih statis dan terbelakang. Selanjutnya Qosim Amin mengemukakan bahwa wanita yang terdidik akan mampu berfikir secara kreatif. Dengan demikian mereka dapat membebaskan dirinya dari ketergantungan terhadap orang lain dalam bidang ekonomi,, disamping itu ia juga dapat menambah  penghasilan keluarga, sehingga tarap ekonomi keluarga dapat ditingkatkan. Bila semua keluarga telah baik kondisi ekonominya, maka dengan sendirinya ekonomi Negara akan baik pula.[7] Pendidikan ini juga dipentingkan oleh wanita dalam rangka menjalankan tugasnya dalam keluarga, baik fungsinya sebagai istri ataupun seorang ibu.
Peranan wanita sebagai istri, ia diharapkan mampu menciptakan rumah tangga yang bahagia, karena setiap orang ynag berumah tangga sudah pasti menambahkan kebahagian. Kebahagian rumah tangga bukan terletak hanya pada kecukupan materi saja, apakah itu harta, kecantikan, anak dan lain sebagainya, tetapi yang lebih utama ialah saling pengertian yang diistilahkan oleh Qosim Amin sebagai, saling pengertian ini hanya dapat dihidupkan oleh istri yang berpendidikan, karena dengan pengetahuan yang dimilikinya, ia bisa mengetahui tugas-tugasnya sebagai istri.[8]
Adapun fungsi wanita sebagai seorang ibu, berarti dia sebagai guru pertama bagi anaknya. Karena anak lebih banyak bergaul dengan ibunya daripada dengan bapaknya. Dengan demikian  karkter si anak akan dapat tergatung kepada pendidikan yang diberikan ibunya.

2.3     Hijab

Menurut Qosim Amin, hijab yang dikenal dikalangan masyarakat kita yaitu yang mengharuskan wanita menutup seluruh tubuhnyan, termasuk muka dan telapak tangan, bukan datang dari Syari’at Islam, tetapi dari adat istiadat di luar Islam yang telah lam berkembang.[9] Sedangkan Islam tidak mengharuskan bagi wanita menutup muka dan elapak tangannya.
Menurut penuturan Qosim Ami ada yang beranggapan bahwa, saya menolak hijab dan menganjurkan kaum wanita berpakaina seperti kaum wanita Eropa. Sebenarnya bukan demikian, saya tetpa mempertahankan hijab dan mamndangnya sebagai salah satu prinsip dasar adab yang mesti dapat dipegang, akan tetapi saya menuntut hijab yang sesuai dengan syari’at Islam. Disamping pengertian hijab tersebut diatas menurut Qosim Amin, hijab juga mencangkup larangan terhadap wanita untuk mendatangi tempat yang indah-indah. Karena wanita itu hidup terkurung dalam rumahnya, tidak dapat melihat ala mini, kecuali melalui jendela atau dalam keranda kereta.[10]
Hijab seperti ini menghambat gerak wanita untuk melaksankan aktifitasnya. Bagaiman seorang yang muka dan tangannya tertutup dapat berdagang, bertani dan menjadi saksi pengadilan. Bagiman pula bagi seorang pembantu rumah tangga melakukan pekerjaan dengan muka dan kedua tanganya tertutup.[11]
2.4    Perkawinan
Menurut pengamatanya, dalam masyarakat terdapat pandangan yang merendahkan kedudukan wanita dalam perkawinan wanita hanya sebagai objek. Pandangan negatif ini tidak hanya terdapat dikalangan awam tetapi juga dikalangan fuqaha. Hal ini terbukti dalam ungkapan mereka dalam mendefinisikan perkawinan. Perkawinan mereka adalah : bahwasnya tidak ditemukan dalam definisi ini satu katapun yang menggambarkan hubungan suami istri selain hubungan biologis.[12] Definisi ini menurut Qosim Amin mencerminkan kekeliruan masyarakat, karena pandangan tersebut tidak sesuai dengan apa yang disebutkan dalam firman Allah dalam surat Ar-rum ayat 21 yang isinya adalah.
ô`ÏBur ÿ¾ÏmÏG»tƒ#uä ÷br& t,n=y{ /ä3s9 ô`ÏiB öNä3Å¡àÿRr& %[`ºurør& (#þqãZä3ó¡tFÏj9 $ygøŠs9Î) Ÿ@yèy_ur Nà6uZ÷t/ Zo¨Šuq¨B ºpyJômuur 4 ¨bÎ) Îû y7Ï9ºsŒ ;M»tƒUy 5Qöqs)Ïj9 tbr㍩3xÿtGtƒ ÇËÊÈ  
Artinya : “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”.[13]
Ayat diatas menerangkan bahwa makna dari perkawinan yaitu : ikatan suami istri yang didasari oleh kasih saying. Dua hal ini menurut Qosim Amin tidak datang begitu saja, akan tetapi melaluit proses saling mengenal ini dibolehkan oleh syari’at berdasarkan Hadis Nabi ketika beliau menyuruh seorang anshar untuk melihat terlebih dahulu wanita yang akan dipinangnya itu. kenapa nasehat itu tidak kita indahkan.[14]
Selanjutnya Qosim Amin menjelaskan bahwa poligami adat istiadat kuno yang telah ditransfer oleh Islam dipenjuru bumi ini. Dalam poligami terdapat aspek penghinaan terhadap kaum wanita, karena tidak seorangpun dari mereka yang rela dimadu, sebagaimana yang tidak akan ditemukan seorang pria yang rela istrinya dicintai dan digauli oleh pria lain. Bagaimanapun juga keadaan seorang wanita tidak akan rela suaminya membagi kasi dengan wanita lain, kalau hal ini terjadi maka ia akan merasa disakiti. Lebih lanjut Qosim Amin menjelaskan bahwa Agama Islam pada hakikatnya menganjurkan monogami. Poligami dalah sebagai alternative dalam keadaan terpaksa.[15]
Menurut Qosim Amin hukum syara’ yang membolehkan begitu saja berpoligami, sebagaimana yang tertea dalam surat An-Nisa ayat 3.
÷bÎ)ur ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? Îû 4uK»tGuø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/âur ( ÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9Ï÷ès? ¸oyÏnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès? ÇÌÈ  

Artinya : “dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”[16]
Selnjutnya Qosim Amin menjelaskan bahwa perceraian itu sama halnya dengan poligami yang hanya diperbolehkan kalau dalam keadaan terpaksa.[17]
Dengan demikian wanita tidak lagi menjadi korban oleh kaum laki-laki. Ide yang dicetuskan Qosim Amin ini pada masanya boleh dikatakan belum dapat diterima karena dianggap terlalu maju, berusaha dan merusak sendi-sendi agama karena kan menimbulkan dekadensi moral. Bahkan Qosim Amin telah dituduh oleh imperialisme Eropa yang ingin merusak kedudukan dan citra wanita muslim. Untuk itu masyarakat mesir diperingatkan supaya tidak terpengaruh oleh gerakan tersebut.[18] Musthafa Kamil seorang pemikir Mesir termasuk orang yang menolak ide Qosim Amin ini. Bagi Musthafa Kamil kesatuan dan katahanan  nasional jauh lebih penting dari perubahan sosial. Penolakan ini disuarakan dalam surat kabar Al-liwa yang menjadi corongnya dalam menolak ide-ide nasional yang memihak kepada kebudayaan barat.[19]
Sekalipun gerakan emansipasi wanita ini mendapat tantangan yang kuat, namun gerakan ini sangat berpengaruh bagi Negara Mesir, terutama pada masa sesudahnya pengaruh tersebut antara lain menimbulkan beberapa gerakan sebagai berikut :
1.      Adanya kesadaran baru di kalangan masyarakat Mesir tentang perlunya pendidikan wanita.
2.      Mulai adanya kelonggaran hijab.
3.      Adanya keluhan dari kalangan pemuda tentang istem perkawinan yang berlaku. Mereka mengharapkan adanya perubahan sistem perkawinan tersebut.
4.      Adanya perhatian pemerintahan dan para pemuka negara terhadap undang-undang yang berlaku di peradilan agama.[20]
Disamping itu muncul tokoh wanita mesir, Malak Hifnif Nasif. Ia adalah wanita Mesir yang pertama yang memperoleh sertifikat sekolah dasar, kemudian ia mendapatkan pendidikan lanjutan dan menjadi guru sekolah wanita. Ia menulis berbagai artikel tentang wanita dengan nama samaran Behistsat al- Badiyah. Ia berjuang menuntut hak-hak wanita mulai dari kalangan bawah sampai tingkat tinggi.[21]
Gerakan-gerakan wanita mesir pada akhirnya distukan dalam Jamisyat al-Itihad al-Nisa. (Egiptian Peminist Union), dan disahkan sebagai gerkan wanita Mesir pada tahun 1923. Sebagai ketuanya ditunjuk Huda Hanim Sya’rawi. Para pengurusnya sering mengadakan perlawatan ke Eropa dan Amerika untuk bertukar pikiran dan mencari perbandingan dan pengalaman. Mereka ikut katif dalam memikirkan perbaikan masyarakat, masalah perkawinan dan talaq, penyelenggaraan pendidikan, bahkan mereka turut serta dalam gerkan politik. Mereka menuntut adanya undang-undang perkawinan dan peningkatan pertanggung jawaban kepada anak-anak.[22]



BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ide emansipasi wanita yang dicanangkan oleh Qosim Amin. Dalam rangka mengembalikan umat Islam kepada ajaran Islam yang sebenarnya, memajukan bangsanya, membukakan mata umat Islam supaya dapat melihat mana ajaran yang sebenarnya yang berdasarkan syariat. Dengan hal ini diharapkan umat Islam akan mengejar ketingalanya. Dalam hal ini menaruh perhatian besar terhadap nasip kaum wanita bangsanya yang berada dalam kebodohan dan rendah martabtnya.
Untuk merombak keadaan ini Qosim Amin memunculkan ide baru tentang perlunya pendidikan diberikan kepada kaum wanita seperti yang diberikan kepada kaum pria, dalam merubah persepktif dalam Hijab, Perkawinan, dan talaq.






[1] Qosim Amin, Tahrir al-Mar’ah, Dar al-Ma’arif, Cairo, t.t., hal. 15.
[2] Qosim Amin, Op.Cit, hal 42.
[3] Ibid
[4] Qosim Amin, al-mar’ah al-jadidah. Cairo, t.t ., hal. 159.
[5] Ibid., hal.157.
[6] Qosim Amin, Tahrir al-Mar’ah , hal. 43.
[7] Ibid., hal. 46.
[8] Qosim Amin, al-Mar’ah al-jadidah, hal. 43.
[9] Ibid., hal. 41.
[10] Ibid., hal. 168.
[11] Qosim Amin, Tahrir al-Mar’ah , hal. 84.
[12] Ibid
[13] Qur’an Surat Ar-rum Ayat : 21, dan Terjemahannya.
[14] Ibid., hal. 140.
[15] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam. Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang, Jakarta, hal. 79.
[16] Qur’an Surat An-Nisa Ayat : 3, dan Terjemahannya.
[17] Ibid., hal. 153.
[18] Ibid., hal. 159.
[19] Thomas Philip, Feminism and Natinalist Politics in Egypt, dalam “Women in the Muslim World”, Lois Beck, (Ed), Hardvard University., hal.279.
[20] Ibid., hal. 279.
[21] Qosim Amin, al-Mar’ah al-Jadidah, Op.Cit., hal.212.
[22] Charles C. Adams., hal. 235.





DAFTAR PUSTAKA

  Ø  Qosim Amin, Tahrir al-Mar’ah, Dar al-Ma’arif, Cairo, t.t.
  Ø  Qosim Amin, al-Mar’ah al-Jadidah. Cairo, t.t.
  Ø  Qosim Amin, Tahrir al-Mar’ah.
  Ø  Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam. Sejarah Pemikiran dan Gerakan, Bulan Bintang,              Jakarta.
  Ø  Qur’an Surat An-Nisa Ayat : 3, dan Terjemahnya.
  Ø  Qur’an Surat Ar-rum Ayat : 21, dan Terjemahnya.
  Ø  Thomas Philip, Feminism and Natinalist Politics in Egypt, dalam “Women in the Muslim World”,       Lois Beck, (Ed), Hardvard University.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar